GUDANG ILMU thondynet

Jumat, 12 April 2013

KENAPA RUMAH IBADAH YG DIHANCURKAN ?



KENAPA RUMAH IBADAH YANG  DIHANCURKAN ?


Kamis 21 Maret 2013 satu unit buldoser meluncur ke  jalan MT Haryono, gang Wiryo RT 05/RW 02, desa Tama Sari, Kecamatan Setu Bekasi Barat. Satu unit alat berat tersebut sengaja didatangkan  PEMKAB Bekasi untuk mengeksekusi  Gereja Huria Kristen Batak Peitestab (HKBP). Dengan dibantu  oleh ratusan aparat gabungan dari Satpol PP, Polresta Bekasi, serta Kodim, alat berat itu pun merobohkan bangunan Gereja HKBP, dan  dalam hitungan menit bangunan tersebut sudah rata dengan tanah kendati ratusan Jemaat mencoba menghalanginya.

Eksekusi gedung Gereja HKBP desa taman Sari menambah daftar hitam potret keberagamaan di bumi Pancasila. Tidaklah susah menjejerkan peristiwa penyegelan, penutupan, bahkan pengrusakan rumah-rumah ibadah di republik ini, semisal: Penutupan sembi;lan gereja dan lima Wihara di Banda Aceh (), pengrusakan terhadap Masjid An Nashir milik Jemaah Ahmadiyah yang terletak di jalan H. Sapari Bandung (Kamis 25/10/2012), penyegelan tempat ibadah Lembaga pengkajian dan Pendalam Alquran (LPPA) Tauhid yang terletak di Sukuh Tanjung Anom RT 001/RW 005, desa Kwarasan, Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo (Jumat 26/10/2012, Penyegelan terhadap tiga gereja ( HKBP Kaliabang, Gereja Pentakosta, GKRI) di kelurahan Kaliabang Bekasi Utara oleh PEMKOT Bekasi (Sabtu 11/02/2012. Nasib yang sama juga  dialami oleh Yayasan Tauhid Indonesia (Yatain) di Karanganyar Jawa Tengah, dimana Masjid yayasan tersebut dirusak massa tak dikenal. 8 Maret 2013 penyegelan terhadap Masjid Al-Misbah milik Jemaah Ahmadiyah, jalan Terusan Pangrango No 44 Jati Bening Baru Pondok Gede kota  Bekasi-Jabar oleh Pemkot Bekasi. Ratusan Massa FPI kota Sukabumi menyegel Masjid Bilal milik Jemaah Ahmdiyah yang terletak di jalan Sriwedan Kecamatan Cikole Kota Sukabumi. Bahkan lebih jauh lagi peneliti Setara Institute mencatat, sepanjang Januari-Juni 2012 terjadi 129 kasus kekerasan terhadap peristiwa kebebasan beragama, berkeyakinan di 22 Propinsi. Terdapat lima Propinsi  dengan tingkat pelanggaran paling tinggi yakni: Jawa Barat 36 Peristiwa, Jawa Timur 20 Peristiwa, Jawa Tengah 17 peristiwa, Aceh 12 Peristiwa, dan Sulawesi Selatan 8 peristiwa. Bahkan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ESLAM) merilis laporan yang menyebutkan bahwa “intensitas kasus-kasu intoleransi meningkat sehingga jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia semakin buruk”.

Melihat banyaknya aksi-aksi kekerasan atas dasar agama, kasus-kasus penyegelan, penutupan dan  pengrusakan terhadap rumah-rumah ibadah akhir-akhir ini, menimbulkan pertanyaan “masih layakkah kita menyandang predikat sebagai bangsa yang santun, bangsa yang religius, dan bangsa yang toleran?
Merujuk kepada kasus-kasus yang selama ini terjadi, menurut penulis persoalannya sebenarnya cukup sederhana dan hanya berputar disitu-situ saja, semisal: masalah perizinan, dan berbeda pandangan (diberi label sesat). Masalah Perizinan; Bukan rahasia umum lagi kalau perizinan rumah ibadah  sangat sulit di republik ini. Bahkan tidak sedikit orang yang berkata lebih gampang mendirikan tempat-tempat maksiat di negeri yang konon religius itu. Ironis memang, konstitusi kita memberikan jaminan bagi warganya  untuk memeluk agama sesuai dengan kepercayaannya masing-masing. Konstitusi memberikan mandat kepada Negara (Pemerintah) untuk menjalankan apa yang diamanatkan oleh konstitusi tersebut.bukan sebaliknya Negara (Pemerintah) yang memberikan mandat kepada konstitusi, sehingga Pemerintah sesuka hati dewe terhadap para pemeluk agamanya. Perlu juga dipahami bahwa Indonesia bukanlah Negara Agama atau Agama Negara, tetapi Republik ini adalah Negara yang ber agama, Negara yang didasarkan pada Pancasila. Itu artinya semua suku bangsa yang ada di dalamnya mempunyai hak dan kesempatan yang sama menikmati jaminan yang diberikan oleh konstitusi  itu. Tidak ada yang superior-imperior, tidak ada anak emas atau anak bawang.
Kembali ke masalah perizinan mendirikan rumah ibadah, kuat dugaan bahwa ini adalah sebagai tameng untuk meligitimasi tindakan-tindakan penyegelan, penutupan, penghancuran rumah-rumah ibadah. Bahkan mantan presiden RI ke 4  mengatakan “tindakan itu sebenarnya hanyalah tipuan hukum semata. Karena tidak mungkin ada legalitas bagi rumah-rumah peribadatan itu, kalau memang  izin tidak diberikan. Lebih jauh Gus Dur  mengatakan “ini adalah semacam penipuan legal yang sengaja dilakukan untuk tidak memberikan tempat bagi peribadatan diluar yang sudah dikenal oleh pejabat itu”. Dari pengalaman, mencuatnya informasi bahwa ada rumah ibadah  tidak memiliki izin pertama sekali muncul kepermukaan justru bukan dari lembaga-lembaga yang berwewenang, malah dari ormas-ormas tertentu yang memang tidak suka dengan rumah ibadah tersebut,  jadi semacam pesanan dari orang atau pun kelompok tertentu. Atau kalau kita mau jujur sudahkah lembaga-lembaga yang berwewenang mendata semua rumah-rumah ibadah di Republik ini…. Selanjuntnya masalah perbedaan pandangan (diberi lebel sesat); Tidak sedikit lagi rumah-rumah ibadah yang disegel, dirusak, bahkan dihancurkan, pengusiran terhadap orang/kelompok yang dianggap sesat itu, oleh karena perbedaan pandangan, pernafsiran terhadap ayat-ayat suci yang ada di kitab suci itu sendiri. Sepertinya kita belum bisa menerima pandangan yang berbeda dengan kita. Ketika  pandangan yang berbeda itu muncul ke permukaan, maka kita pun memberi cap sesat. Dan kalau itu sesat maka hukumnya harus di basmi, bila perlu dibumi hanguskan.

Mandulnya empat pilar berbangsa: Salah satu kekayaan terbesar di Rpublik ini dan dunia internasional mengakuinya yakni pilar berbangsa (Pancasila, UUD 45, Bhineka Tuggal Ika dan NKRI. Sejarah telah mebuktikan bagaimana ketangguhan empat pilar ini sebagai perekat guna mepersatukan bangsa yang majemuk ini. Bukannya tidak sedikit lagi benturan-benturan yang diprhadapkan kepada ke empat pilar ini.  Mungkin kita masih mengingat diawal-awan pementukan bangsa ini? Pertanyaan yang segera muncul pada waktu itu adalah “Apakah dasar dari Negara yang baru dibentuk dan baru merdeka itu. Para the Founding Father harus bekerja keras, memeras otak, memgorbankan segalanya

Ketegasan Pemerintah: Wibawa sebuah Pemerintahan akan runtuh dimata warganya ketika Pemerintah tidak memiliki ketegasan. Menyangkut semakin tingginya eskalasi penutupan rumah ibadah di Negeri ini, kuat dugaan bahwa pemerintah tidak memiliki ketegasan dalam menyikapi prsoalan-persoalan yang ada. Ada kegamangan dalam diri aparatur Pemerintah antara menjalankan konstitusi atau mengikuti tekanan dari ormas


0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda